PART 1: Intro


Hai! Aku adalah seorang mahasiswi biasa yang nggak ada setahun lagi akan memasuki dunia kerja. Mahasiswi biasa? Hmm… Iya. Aku emang mahasiswi biasa. Nggak cantik dan nggak pinter. Tapi nggak jelek dan nggak terlalu bodoh. Kenapa aku bilang gitu? Karena kalau aku mau bilang aku jelek, itu artinya aku menjelek-jelekkan ciptaan Allah SWT. Dan kalau aku bilang aku bodoh, itu artinya aku menyia-nyiakan kesempatan besar yang telah Allah SWT berikan. Ceilah wkwk.
Oke, jadi sekarang aku mau ngapain? Bikin cerita enggak dulu deh. Aku mau memperkenalkan diriku dulu. Nama lengkapku Aya Shofiya. Kalian bisa panggil aku Aya. Aku suka nulis, tapi nggak semuanya aku publish hehe. Di bloggku ini aja cuma ada dua. Mungkin kedepannya bakal lebih aktif lagi. Insyaallah hehehe. Walaupun sebentar lagi aku mau kerja, tapi kalian harus percaya kalau sekarang umurku masih 20 tahun. Bukan 22 atau 24. Jadi kalian tahu ya, kalau aku bukan mahasiswi S1 hehe. Yah, dari tadi ketawa mulu nih, nggak kuat soalnya ngerasain diri sendiri diceritain sama diri sendiri lewat tulisan hahaha. Oke, abaikan.
Iya, serius. Umurku masih 20 tahun. Aku lahir di Pati (Tau nggak ini dimana? Jawa Tengah), 20 Maret 1998. Yang nggak percaya, boleh DM ig @shofiyaas minta fotoin akte kelahiran wkwk. Satu fakta. Aku termasuk tua kalau dibandingin anak kelasku. Lahir di Pati, besar di Jogja, sekarang kuliah di Tangerang Selatan, tapi besok belum tau kerja ditempatin dimana. Kedengeran kaya mau keliling Indonesia ya? Pengennya sih gitu. Tapi ada keinginan juga penempatan homebase. Yah, harus selalu percaya kalau Allah pasti memberikan yang terbaik buat hambanya.
Jogja. Kalian pasti tahu Jogja. Kota cantik yang kata orang-orang terbuat dari rindu. Dulu aku belum percaya kata orang-orang. Tapi sekarang aku sangat percaya setelah merantau untuk menuntut ilmu. Merasakan rasanya setahun cuma pulang beberapa kali. Tentu aku tetap harus bersyukur. Sebab aku lebih beruntung dari para taruna yang katanya frekuensi mereka untuk pulang maupun komunikasi dengan menggunakan smartphone terbatas. Salut sama mereka. Jadi, kudu selalu inget kalau aku lebih beruntung. Pernah sih, ngerasain gitu. Nggak ada handphone dulu waktu di pesantren. Tapi ya pasti bedalah rasanya. Oya, post berikutnya mungkin aku bakal cerita sedikit tentang kota Jogja, kota dimana aku dibesarkan, kota tercintaku.


Tangerang Selatan, 14/04/2018   

Komentar

Posting Komentar